Oleh, KH. Syuja’i Amin
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri yang membacakan mereka ayat-ayat Allah membersihkan jiwa mereka dan mangajarkan kepada mereka ayat-ayat Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu mereka adalah benar-benar dalam kesesatan.” (QS, Ali Imran:164)
Maksud dari potongan ayat “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman” adalah bahwa Allah telah memberi kenikmatan kepada mereka. Nikmat iman adalah salah satu nikmat terbesar bagi umat Islam. Karena meyakini/mempercayai kepada Allah dan kepada baginda Rasulullah saw. Di dalam Al Quran kata iman dan yang seakarnya ditemukan sebanyak 877 kali. Dalam segi morfologi kata tersebut berkembang menjadi amana, yu’minu dan mu’min. secara etimologi kata tersebut bermakna al tashdiq alladzi ma’ahu amn (membenarkan yang disertai dengan rasa aman) dan secara terminologi iman adalah pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lidah dan pengamalan dengan anggota badan sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam firmanNya,
“Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya mereka itu orang-orang Shidiq (yang membenarkan).” (QS, AL Hadid:19)
Menurut Imam Thabari, iman adalah suatu kata yang menggabungkan pengakuan terhadap wujud Allah, Kitab-kitab-Nya Rasul-rasul-Nya dan pembenaran pengakuan tersebut dengan perbuatan.
Yang dimaksud dengan “dari golongan mereka sendiri” karena jika Rasul itu bukan dari golongan Bani Adam (manusia) maka tidak akan tercapai kesempurnaan interaksi karena terdapat perbedaan jenis.
Nabi Muhammad saw dilahirkan pada 12 Rabi’ul Awal tahun Gajah atau 20 April 571 Masehi. Yang kita imani, beliau sebagai Rasulullah yang menerima wahyu dan sebagai Rasul utusanNya tetapi lebih dari itu beliau adalah seorang manusia biasa yang tunduk kepada sunatullah, hukum semesta atau sebab-akibat.
Di dalam Al Quran disebutkan,
“Katakanlah, sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku :”Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhanya,” (QS. Al Kahfi, 10)
Arti ayat tersebut dan banyak ayat yang lain, ihwal Rasulullah Muhamad sebenarnya sangat jelas artinya. Beliau tidak dianugerahi mukjizat apapun selain wahyu risalah Al Quran. Juga tidak memiliki keajaiban-keajaiban seperti tongkat nabi Musa, tidak mempan dibakar, atau lainnya. Tetapi beliau memang seorang manusia teladan dalam banyak segi kehidupan seperti firman Allah,
“Katakanlah Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah, “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?”. Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)”(QS. Al An’an, 50)
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS, Al Ahzab: 21)
Alangkah indahnya bila kita senantiasa terikat dengan sirah dan kehidupan Rasulullah saw. Yaitu Rasul yang mulia dan Nabi yang agung ini yang telah dididik oleh Allah dengan didikan yang terbaik. Yang diakui oleh Allah bahwa beliau memiliki akhlak yang agung. Bahwa beliau seorang yang amat jelas lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Allah swt memberikan anugerah dan memuliakannya, menjanjikan tambahan pemberian yang berlimpah hingga beliau senang juga memalingkannya kepada kiblat yang disukai olehnya.
“yang membacakan mereka ayat-ayat Allah,” ini adalah karunia Allah yang kedua yang berupa Rasul yang membacakan kepada mereka Al Quran padahal sebelumnya mereka dalam keadaan jahiliyyah tidak mengetahui apapun dari syariat.
Di tengah dakwah Islamiyah itu terjadi sebuah peristiwa unik dan ajaib yang menggemparkan Kota Mekah. Tak ada yang menyangka kaum musyrikin Makkah tiba-tiba bersujud ketika mendengar lantunan Al Quran yang dibacakan Rasulullah saw.
Syekh Shofiyyur Rahman Al Mubarakhfuri menceritakan kisah itu dalam Sirah Nabawiyah yang bersumber dari kitab Ar Rahiqul Makhtum. Tepatnya pada bulan Ramadhan di tahun yang sama, Rasulullah pergi ke Masjidil Haram. Saat itu, pembesar kaum Quraisy tengah berada di sana, terdapat para pemuka dan tokoh-tokoh mereka. Beliau saw kemudian berdiri di tengah mereka sembari melantunkan surat An Najm secara tiba-tiba. Orang-orang kafir itu sebelumnya tak pernah mendengarkan langsung kalamullah. Sebagaimana dalam firman-Nya,
“Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran ini dan buatlah hiruk pikuk-pikuk terhadapnya supaya kamu dapat mengalahkan (mereka) . (QS,Fushilat, 26)
“membersihkan jiwa mereka, yakni membersihkan mereka dari najisnya kekufuran. Kufur adalah salah satu penyakit manusia dan penyakit kufur bisa merusak takwa. Di dalam Al Quran kata kafir dan seakarnya ditemukan sebanyak 526 kali. Secara bahasa kufur adalah mengandung arti menutup. Malam dapat disebut kafir karena menutupi siang atau menutupi benda-benda dengan kegelapannya. Awan juga dapat disebut kafir ketika ia menutupi bumi daeri sinar matahari.
Ibnu Faris menyatakan bahwa kufur itu merupakan antitesis dari iman, karena ia menutupi kebenaran. Tetapi kufur dalam konteks agama adalah orang yang tidak percaya kepada keesaan Allah, kerasulan Nabi Mumamad dan syariat Islam.
“dan mangajarkan kepada mereka ayat-ayat Al Kitab dan Al Hikmah,” dapat dipertegas bahwa dengan mempelajari dan mengkaji isi kandungan Al Quran akan mendorong manusia untuk bertakqwa. Didasarkan atas kesadaran semacam ini, Almaraghi menghimbau kesediaan umat Islam memusatkan fikiran tenaga dan waktu untuk memperlajari Al Quran yang mengandung kebaikan di dunia dan di akhirat.
Menurut Imam At Thabari bahwa memperlajari dan memahami isi kandungan Al Quran yang berbahasa Arab akan membentuk manusia-manusia yang bertakawa dan taat beribadah kepada Allah serta senantiasa mengesakan Allah. Imam Al Atsqalani menyatakan, bahwa orang yang mempelajari Al Quran meskipun tidak mengajarkannya kepada orang lain, itu lebih baik dari pada oran yang mengamalkannya tetapi tidak mempelajainya. Alasannya bahwa tindakan mengajar akan membawa manfaat bagi orang lain yang tidak akan diraih oleh oran yang mengamalkannya saja. Karena dalam beramal dilandaskan bahwa amal yang paling mulia adalah menagajarkan Al Quran
Adapun maksud dari kata Al Hikmah adalah assunah. Assunah merupakan pedoman umat Islam kedua setelah AlQuran. Disebutkan didalam Hadits,
“Ketahuilah sesungguhnya aku diberi Al Quran dan sesuatu yang serupa dengannya (yakni Assunah) (HR Abu Dawud)
Para ulama juga menafsirkan firman Allah “mangajarkan kepada mereka ayat-ayat Al Kitab dan Al Hikmah,” al hikmah dalam ayat tersebut adalah Assunah seperti diterangkan oleh Imam As Syafii, “Setiap kata al hikmah dalam Al Quran ditafsirkan oleh para ulama dengan assunah. Demikian pula yang ditafsirkan oleh ulama yang lain. Di antara pengetahuan yang sangat penting namun banyak orang melalaikannya yaitu bahwa assunah termasuk dalam kata Adz-dzikr yang termaktub dalam firman Allah surat alHijr ayat 9 yang terjaga dari kepunahan dan ketercampuran dengan selainnya, sehingga dapat dibedakan mana yang benar-benar assunah dan mana yang bukan.
Allah swt menjadikan Nabi Muhamad saw sebagai pentup para nabi dan rasul serta menjadikan syariat yang dibawanya sebagai syariat penutup. Allah SWT memerintahkan kepada seluruh manusia untuk beriman dan menghikuti syarlat yang dibawa oleh nabi Muhamad saw sampai hari kiamat, yang hal ini secara otomatis menghapus seluruh syariat selainnya.
Dan adanya perintah Allah swt untuk menyampaikannya kepada seluruh manusia, menjadikan syariat agama nabi Muhamd saw tetap abadi dan terjaga. Adalah suatu kemustahilan Allah swt membebani hamba-hambanya untuk mengikuti sebuat syariat yang bisa punah. Sudah kita maklumi bahwa dua sumber utama syariat Islam adalah Al Quran dan Assunah, maka bila Al Quran telah dijamin keabadiannya tentu Assunah pun demikian.
“mereka adalah benar-benar dalam kesesatan,” yakni yang jelas dan tidak ada keraguan dalam kesesatan. Dalam Al Quran kata dhalalah dengan berbagai pecahannya terdapat sebanyak 151 ayat. Adapun dalam hadits Rasulullah terdapat sebanyak 34 kal. Pengertian dhalalah dalam Al Quran tidak kurang dari sembilan makna seperti, tergelincir, kerugian, kesengsaraan, kerusakan, kesalahan, celaka, lupa, kebodohan dan kesesatan sebagai lawan kata hidayah.
Dhalalah atau kesesatan ialah penyimpangan dari petunjuk atau jalan yang lurus atau jalan yang benar (Allah). Pengertian seperti ini dapat kita pahami melalui firman Allah dalam surat Al An’am ayat 116,
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang ada di muka bumi ini niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka. Dan mereka tidak lain hanyayalah pendusta terhadap Allah)
Wallahu a’lam.