Baru kali ini ada pandemi yang memiliki daya rusak yang masif dan mampu menghancurkan pranata sosial tradisi silaturahmi berskala besar yang bernama budaya mudik. Tidak butuh puluhan tahun. Hanya dalam dua tahun tradisi mudik hancur oleh kebijakan yang lumpuh oleh pandemi.
Baru kali ini pula ada negara yang memiliki falsafah hidup dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi ketika menghadapi pandemi, Tuhan tidak diikut sertakan di dalam ikhtiar penanggulangan pandemi tersebut. Ada tiga kemungkinan mengapa Tuhan tidak diajak untuk mengatasi pandemi ini.
Kemungkinan pertama, pemerintah takut disebut terlalu religius jika menggunakan dalil Tuhan untuk membuat kebijakan penanganan pandemi, karena penyokong pemerintah adalah kelompok yang menggunakan politik sekuler dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan.
Kedua, pemerintah tidak lagi menggunakan nilai ke- Tuhan- an di dalam menangani wabah dan penyakit yang ditimbulkannya, karena takut dianggap anti- science atau tidak ilmiah. Ketiga, pemerintah mungkin menganggap bahwa virus Corona adalah rekayasa manusia dan bukan ciptaan Tuhan, jadi tidak perlu melibatkan Tuhan dalam perkara ini.
Ketiga dugaan di atas bisa salah semua atau ada yang benar salah satu. Sampai sekarang tidak ada yang tahu, karena pemerintah tidak pernah menjelaskan tentang prinsip apa yang digunakan untuk mengatasi pandemi.
Kesimpulan sengaja ditulis di awal karena penulis ingin menegaskan bahwa pandemi Covid- 19 telah melumpuhkan seluruh aspek kehidupan. Tapi menyisakan tanda tanya besar, mengapa kebijakan penangannya belum efektif.
Kembali ke persoalan mudik, pemerintah dalam surat edaran nomor 13 tahun 2021 Satgas Penanganan Covid- 19 menetapkan aturan Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri. Surat edaran tersebut melarang mudik selama Idul Fitri kecuali untuk urusan pekerjaan dan urusan darurat mengunjungi keluarga yang meninggal, sakit dan hamil.
Sesat pikir terjadi jika membenturkan mudik dengan pandemi. Namun saat ini kita dipaksa menonton tinju dimana pandemi dan mudik diadu untuk saling menjatuhkan. Seharusnya pandemi dan mudik ditempatkan dalam ruang yang berbeda. Sehingga tidak ada konflik diantara keduanya. Bahkan akan dipertemukan dalam solusi yang aman, sehat dan bahagia bagi seluruh rakyat di hari Idul Fitri dengan pandemi yang terkendali.
Beberapa pejabat dan ahli mengatakan itu pekerjaan yang sulit. Bagi yang malas berpikir tentu mengeluh sulit mempertemukan mudik ditengah pandemi. Padahal mengawinkan mudik dan pandemi di kursi pelaminan sangat mungkin dan bisa dilakukan. Lalu bagaimana caranya?
Untuk mengetahui cara terbaik mengawinkan mudik di tengah pandemi, terlebih dulu menempatkan pandemi dalam perpektif epidemiologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang pola penyebaran penyakit dan penyebabnya pada masyarakat. Dengan definisi ini dapat diketahui bahwa penyebaran Covid- 19 bukan karena adanya hujan dari langit. Covid- 19 menyebar karena ada orang yang terinfeksi virus Corona berkeliaran kesana kemari meski sudah pakai masker dan selalu cuci tangan, tetapi pasti ada saatnya si pembawa virus mengeluarkan droplet (butiran cair dari ingus dan mulut). Tanpa sengaja droplet tersebut dihirup orang yang berada didekatnya, akhirnya terjadi penularan. Demikian seterusnya berantai sehingga penyebaran virus terus terjadi setiap hari.
Inti teori di atas adalah jangan biarkan orang yang terinfeksi virus Corona ada di ruang publik. Pisahkan orang yang terinfeksi Covid- 19 untuk segera diisolasi. Sebaiknya isolasi dilakukan mandiri agar tidak merepotkan petugas kesehatan. Hanya orang yang mengalami gangguan kesehatan yang parah yang dirawat di rumah sakit.
Namun sepanjang pandemi tahun kemarin hingga sekarang tidak ada program pemerintah yang secara masif untuk melakukan deteksi dini (tracing) penduduk yang tertular virus Corona melalui rapid test. Tujuannya agar yang terkena Covid- 19 segera dipisahkan dari kerumunan masyarakat yang sehat.
Program tracingbistga mencontoh pemerintah Inggris yang memberikan alat rapid test secara gratis yang dapat digunakan di rumah untuk usia 18 tahun keatas dan dianjurkan dua kali seminggu. Jika ada yang positif segera isolasi mandiri dan gunakan layanan online 119 untuk meminta konfirmasi ulang dengan PCR test selambat- lambatnya 72 jam.
Pelajaran dari pemerintah Inggris adalah semua penduduk bisa melakukan test mandiri dan tidak keluar rumah dan cukup isolasi mandiri jika positif Covid- 19. Sehingga dapat dipastikan bahwa masyarakat yang bekerja, belanja di pasar atau supermarket atau petugas pelayan publik adalah orang- orang yang sehat. Orang yang sehat (tidak terinfeksi Covid- 19) bertemu dengan orang yang sehat tentu tidak menimbulkan ledakan kasus baru.
Andai saja pemerintah menyediakan rapid test bagi semua orang yang akan mudik dan keluarga yang akan dikunjungi pemudik juga melakukan test yang sama, maka akan diketahui siapa yang sehat dan siapa yang sakit. Bagi pemudik yang positif Covid- 19 dilarang pulang kampung dan keluarga di kampung yang positif Covid- 19 dilarang dikunjungi.
Jika ini dilakukan serentak seperti halnya gerakan vaksinasi niscaya kita bisa menyandingkan mudik dengan pandemi di pelaminan. Sayangnya Indonesia tidak memiliki penghulu yang berprinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dan cerdik cendekia yang sanggup mengawinkan kedua mempelai. Tampaknya perlu dicari penghulu baru. Adakah yang berminat mendaftar jadi penghulu?
– – – – – iw- – – – –