“SEDEKAHMU MENGHANTARKANMU KE-SYURGANYA ALLAH SWT”
Oleh, Mohamad Taufik, S.Ag
(Ketua Baznas Kota Cirebon)
- Qs. Al-Munafiqun ayat 10
Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.
Ia ingin waktu kematiannya ditangguhkan bukan untuk mengerjakan shalat, bukan untuk puasa, dan bukan pula untuk pergi haji, melainkan untuk bersedekah.
Dalam kitab Mukasyafatul Qulub karya Imam Al Ghazali, diceritakan dialog antara Nabi Musa As dengan Allah SWT;
Musa : “Wahai Allah aku sudah melaksanakan berbagai ibadah kepadaMu. Manakah diantara ibadahku yang membuat Engkau senang. Apakah shalatku?
Allah: “Sholat mu itu untukmu sendiri. Karena shalat membuat engkau terpelihara dari perbuatan keji dan munkar.”
Musa : “Apakah dzikirku?”
Allah: “Dzikirmu itu untukmu sendiri. Karena dzikir membuat hatimu menjadi tenang.”
Musa : “Puasaku ?”
Allah : “Puasamu itu untukmu sendiri. Karena puasa melatih diri memerangi hawa nafsumu”
Musa: “Lalu ibadah apa yang membuat Engkau senang ya Allah?”
Allah: “Sedekah. Tatkala engkau membahagiakan orang yang sedang kesusahan dengan sedekah, sesungguhnya Aku berada disampingnya.”
Dari dialog tersebut, kita pahami bahwa ternyata shalat, puasa dan dzikir masih belum membuat Allah menjadi senang, meski ibadah tersebut sangat tinggi nilai pahalanya. Kenapa demikian? Karena ibadah tersebut hanya berdampak baik terhadap pribadi pelakunya, tetapi tidak mengandung manfaat bagi orang lain.
Sedangkan sedekah merupakan amal perbuatan yang bukan hanya berpahala bagi dirinya, tetapi juga membuat bahagia orang lain. Amal perbuatan yang membahagiakan orang lain, terutama yang sedang mengalami kesulitan, adalah perbuatan yang sangat disukai oleh Allah Ta’ala. Perbuatan seperti inilah yang membuat Allah menjadi senang.
Dalam kaitannya dengan shalat, puasa dan sedekah, Abdul Aziz bin Umair Ra berkata, “Shalat hanya mengantarkanmu sampai setengah perjalanan surga. Puasa mengantarkanmu hingga ke depan pintu surga. Dan sedekah memasukanmu ke dalamnya (surga).”
Menurut Abdul Aziz, bahwa seseorang yang hanya tekun shalat dan puasa tetapi tidak bersedekah, maka ia belum memenuhi syarat untuk masuk surga. Orang seperti ini hanya layak sampai di pintu surga saja. Dan sedekah merupakan ibadah penyempurna untuk memasukkannya ke dalam surga.
Oleh karenanya, para ulama memberi warning ; Bila seseorang hanya sibuk dengan ibadah ritual saja (shalat, dzikir, puasa, haji, dsb), maka jangan dulu merasa puas dan bangga. Karena itu tandanya ia hanya mencintai dirinya sendiri, dan belum sepenuhnya mencintai Allah. Padahal dalam Al-Qur’an, Allah berulang kali memerintahkan hambanya untuk bersedekah. Bila seseorang mengabaikan perintah Allah untuk bersedekah maka itu berarti ia tidak mencintai Allah.
- Kesalehan individual dan kesalehan social
Bentuk kesalehan ada dua macam, yaitu kesalehan individual (untuk diri sendiri) dan kesalehan sosial (untuk orang lain). Orang yang rajin melakukan ibadah ritual seperti shalat, puasa, dzikir dan haji maka ia disebut orang saleh secara individual. Karena kesalehannya hanya untuk dirinya sendiri. Perbuatannya disebut sebagai “kesalehan individual”.
Sedangkan orang yang rajin berbuat baik kepada sesama seperti sedekah, ramah, peduli, empati, dan perbuatan lain yang memberi manfaat bagi orang lain maka ia disebut sebagai orang yang saleh secara sosial. Perbuatannya disebut sebagai “kesalehan sosial”.
Orang mukmin harus mempunyai 2 kesalehan sekaligus, yaitu kesalehan individual dan kesalehan sosial. Dalam khasanah Al-Qur’an, “Hablim minallah” dan “hablim minan naas” harus berjalan beriringan.
Allah berfirman,
“Ditimpakan atas mereka ‘kehinaan’ dimana saja mereka berada, kecuali kalau mereka berhubungan baik dengan Allah (hablim minallah) dan berhubungan baik dengan sesama manusia (hablim minan naas).” (QS. Ali Imran 112).
Tidak dibenarkan seseorang hanya “hablim minallah” saja, atau “hablil minan naas” saja. “Hablim minallah” dan “hablim minan naas” harus seimbang, harus berjalan beriringan. Allah SWT secara tegas memerintahkan kita agar masuk Islam secara kaffah (menyeluruh). “Udkhulu fis-silmi kaffah” (QS. Al Baqarah: 208), artinya “Masuklah ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh)”.
Sedekah merupakan implementasi dari kesalehan sosial. Menurut Rasulullah, orang yang mempunyai kesalehan sosial adalah orang yang paling baik. Rasulullah bersabda, ”Khairunnas anfa’uhum linnas”, artinya ”Manusia yang paling baik (dicintai Allah Ta’ala), ialah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain. (HR. Ibnu Hajar Al-Asqalani).
- Amalan yang paling disukai Allah
Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling dicintai oleh Allah? Dan amalan apa yang paling dicintai oleh Allah?
Maka Rasulullah bersabda: “Orang yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah yang paling bermanfaat untuk manusia lainnya. Dan amalan yang paling dicintai oleh Allah Azza wa Jalla adalah memasukan kegembiraan ke dalam hati seorang mukmin, atau menghilangkan kesusahannya, atau membayarkan hutangnya, atau menghilangkan kelaparannya. Dan aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya itu lebih aku cintai daripada ber-i’tikaf di masjid Nabawi selama sebulan lamanya.” (HR. Ath Thabrani 6/139, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 2/575).
Mencermati hadits nabi tersebut, maka ada 3 intisari, yaitu:
- Orang yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala BUKANLAH orang yang rajin beribadah ritual (shalat, dzikir, puasa, haji, dsb), tetapi adalah orang banyak dalam beribadah sosial (bermanfaat bagi masyarakat).
- Amalan yang paling dicintai Allah adalah menolong saudara muslim yang mengalami kesulitan hidup.
- Melakukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan orang muslim, lebih baik daripada iktikaf di masjid Nabawi selama sebulan.
Semoga kita menjadi hamba yang ahli sedekah ..