Setelah risalah Islam disampaikan oleh junjungan Nabi kita Muhammad. Saw, maka tampaklah dengan sangat jelas perbedaan antara haq dan bathil, benar dan salah, baik dan buruk yang selanjutnya manusia dihadapkan pada pilihan diantara keduanya sebagaimana firman Allah. Swt dalam Al-Qur’an :
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكُمْۗ فَمَنْ شَاۤءَ فَلْيُؤْمِنْ وَّمَنْ شَاۤءَ فَلْيَكْفُرْۚ اِنَّآ اَعْتَدْنَا لِلظّٰلِمِيْنَ نَارًاۙ اَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَاۗ وَاِنْ يَّسْتَغِيْثُوْا يُغَاثُوْا بِمَاۤءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِى الْوُجُوْهَۗ بِئْسَ الشَّرَابُۗ وَسَاۤءَتْ مُرْتَفَقًا ٢٩
“Dan katakanalah (Muhammad) bahwa kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa yang menghendaki (kafir) biarlah dia kafir. Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang-orang dzolim (kafir) yang gejolaknya mengepung mereka” (QS. Al-Kahfi 29)
Pilihan manusia antara kufur dan iman ini sangat menentukan pola dan jalan hidup dari dunia hingga akhirat. Oleh karenanya maka Allah. Swt telah memberikan kepada manusia kelengkapan indra yang bisa dipergunakan untuk menentukan pilihannya tersebut.
Allah telah menjadikan untuk manusia kedua mata untuk dapat melihat mana yang baik dan mana yang buruk, Allah telah memberi manusia otak untuk dapat merenungkan mana yang haq dan mana yang bathil, Allahpun telah menganugerahi manusia hati untuk dapat merasakan indahnya iman dan rusaknya kufur, Allah pula telah menganugerahi lisan dan kedua bibir sehingga mereka bisa bertanya dan memperjelas kedudukan Iman dan kufur. Allah telah memperlihatkan dengan gamblang perbedaan antar Haq dan Kebathilan. Hal tersebut telah diungkap dalam Al-Qur’an:
“Bukankan Kami telah menjadikan untuk manusia sepasang mata, dan lisan dan sepasang bibir, dan Kami telah menunjukkan kepadanya duaa jalan (kebajikan dan kejahatan)”. (QS. Al-Balad. 8,9,10)
Dengan demikian, lalu kemudian manusia terbagi menjadi dua kelompok besar, yakni Kafir dan Mukmin. Terkait dengan kelompok pertama (orang-orang kafir) kita tidak perlu memperpanjang kata dan fikiran untuk membahasnya karena kelompok ini telah jelas kedudukannya dan akan mendapat tempat di neraka kelak di akhiratnya nanti :
“Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir azab yang menghinakan”. (An-Nisa’ 37)
“Dan telah Kami siapkan untuk orang-orang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih”. (An-Nisa’ 161)
“Dan Kami telah siapkan bagi orang-orang yang mendustakan hari kiamat (kafir) neraka sa’ir”. (Al-Furqon 11)
Ketika kita bicara tentang kelompok kedua (orang-orang Mukmin), maka tentunya ini berbicara tentang evaluasi diri kita yang mengaku diri sebagai seorang mukmin sebab Allah. Swt berfirman:
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan (hanya dengan) berkata, “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji?”. (Al-Ankabut -2)
Ayat ini menjelaskan bahwa sesungguhnya manusia tidaklah cukup hanya mengklaim dirinya sebagai seoarang yang beriman sebelum dia diuji terlebih dahulu keimanan yang ada pada dirinya. Jangankan kita sebagai manusia biasa, Nabi-nabi terdahulupun juga menerima ujian-ujian yang luar biasa, sebut saja Nabi Sulaeman umpamanya, tatkala beliau hendak menerima kedatangan Ratu Balqis, sebelumnya beliau menyampaikan pengumuman kepada para pembesar-pembesar dan para ulama dari bangsa Jin dan manusia sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur’an :
“Dia (Sulaiman) berkata: Wahai para pembesar..! Siapakah diantara kamu yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku menyerahkan diri..?” (QS. An-Naml – 38)
“Ifrit dari golongan jin berkata: Akulah yang akan membawanya kepadamu sebelum engkau berdiri dari tempat dudukmu, dan sungguh aku kuat melakukannya dan dapat dipercaya”. (QS. An-Naml – 39)
“Seseorang yang mempunyai ilmu dari kitab (Taurat dan Zabur) berkata: Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip. Maka Ketika dia (Sulaiman) melihat singgasana itu terletak di hadapannya, diapun berkata: Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau aku kufur”. (QS. An-Naml – 40)
Dari kisah yang termaktub dalam Al-Qur’an tersebut di atas, jelas sekali bahwa seorang Nabi Sulaiman saja menyadari adanya ujian keteguhan iman melalui karunia yang beliau terima berupa macam-macam fasilitas kemudahan. Oleh karena itu maka klaim keimanan kita yang mengaku sebagai hamba mukmin sudah pasti akan diuji pula oleh Allah. Swt dengan berbagai macam cerita ujian dan derita hidup ataupun fasilitas kemudahan hidup tentunya. Dari sini akan terlihat keteguhan atau kerapuhan iman seseorang
“Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rosul dan orang-orang yang bersamanya berkata: ‘Kapankah datang pertolongan Allah..?’. Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat”. (QS. Al-Baqoroh – 214)
Dalam kancah pergaulan dan aktifitas hidup kita, kita diperintahkan untuk menjalin hubungan pergaulan horizontal yang baik dengan sesama, dan pada saat yang sama kitapun diperintahkan dituntut untuk mengedepankan kesetiaan dan kemesraan hubungan vertical dengan Allah. Swt dengan menjaga serta memurnikan keimanan dan Aqidah kita sehingga tidak tercemari oleh hubungan horizontal sesama kita manusia
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ اَيْنَ مَا ثُقِفُوْٓا اِلَّا بِحَبْلٍ مِّنَ اللّٰهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ وَبَاۤءُوْ بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا يَكْفُرُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ وَيَقْتُلُوْنَ الْاَنْبِۢيَاۤءَ بِغَيْرِ حَقٍّۗ
ذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ ١١٢
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah (Hablun Minallah) dan tali (perjanjian) dengan sesama manusia (Hablun Minan-Nas). Yang demikian itu karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas” (Ali Imron Ayat – 112)
Bolehlah kita berteman, bolehlah kita bersahabat, bertetangga dan bergaul akrab dengan saudara-saudara kita yang tidak seiman dengan baik, dan itu diperintahkan Allah. Swt, akan tapi tetap kita dituntut untuk fanatik dalam menjaga Aqidah dan kemurnian iman kita. Kita hormati mereka dalam kapasitas Hablun Minan-Nas dan kita tegas dalam urusan Aqidah dan keimanan Hablun Minallah
“Apakan kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), padahal Allah belum mengetahui orang-orang yang bersungguh-sungguh (jihad) di antara kamu, dan tidak mengambil teman setia selain Allah. Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan /lakukan”. (QS. At-Taubah – Ayat 16)
Ingat…! Bahwa Allah sangat cemburu Ketika menyentuh pada persoalan Iman dan Aqidah. Oleh karenanya Allah peringatkan dalam sebuah firman-Nya dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (Syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh dia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An-Nisa’ – Ayat 48)
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, Nabi saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah. Swt sangat cemburu. Kecemburuan Allah adalah Ketika seorang mukmin mengerjakan apa yang diharamkan oleh-Nya”. (Muttafaq ‘Alaih)
Dari uraian tersebut di atas, jelaslah bagi kita bahwa keimanan kita akan terus mengalami ujian sepanjang masa agar Allah menegaskan keteguhan dan kekokohan iman kita. Dunia adalah permainan, dan kita akan terus terombang-ambing oleh dahsyatnya gelombang permainan hidup. Sedih dan gembira, suka dan duka, lapang dan sempit, susah derita dan bahagia, semuanya selalu saja mewarnai perjalanan hidup kita di dunia yang pada gilirannya sangat mungkin mengguncangkan keteguhan iman kita kepada Allah.
اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ …٢٠
“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan…”. (QS. Al-Hadid – Ayat 20)
Dari sinilah maka kemudian Allah mewajibkan sholat kepada kita, sebagai stabilisator bagi mkita yang kemudian dapat menciptakan stabilitas iman kita. Begitu sangat besarnya peran sholat dalam memproteksi kesehatan iman, maka penetapan kewajiban sholat-pun diterima Nabi secara langsung melalui perjalanan Isro’ Mi’raj, dan itu berbeda jauh dengan kewajiban-kewajiban syari’at ibadah lainnya.
Peristiwa Isro’ Mi’raj adalah jelas-jelas fenomena perjalanan penjemputan syari’at ibadah sholat. Penyambutan seluruh para nabi yang diutus Allah. Swt terhadap kedatangan nabi kita Muhammad. Saw di Masjid Al-Aqsha diwarnai dengan pelaksanaan sholat jama’aha dimana nabi kita Muhammad. Saw sebagai Imamnya. Mi’raj Nabi ke langit sampai ujungnya bertemu Allah. Swt di Sidratil Muntaha, itupun berujung pada serah terima kewajiban sholat secara langsung tanpa perantaraan Jibril.
Begitu istimewanya kedudukan sholat dalam syari’at risalah Nabi kita dan begitu besarnya peran sholat dalam menciptakan stabilitas keimanan dan kehidupan kita. Ada apa sih dengan sholat..?
Tatkala kita takbir mengangkat kedua tangan, tatkal kita ruku’, dan tatkal kita sujud, maka nyata betul dan sangat terasa sekali bahwa di situ terjalin komunikasi sangat intensif dan ada kepasrahan total, tawakkal penuh kepada-Nya dengan melepas segala persoalan.
Al-Fatihah adalah rukun sholat yang harus dibaca di setiap roka’at dalam sholat. Di dalam Fatihah ada pengakuan kita akan keagungan dan kasih sayang Allah. Swt yang tertuang di awal Fatihah sampai kalimat “Maaliki Yaumiddin”. Ada pernyataan kita bahwa kita berjanji selalu bersama-Nya dan pasrah total kepada-Nya “Iyyaka Na’budu Wa Iyyaka Nasta’in”. ada permohonan kita agar kita selalu dibimbing dalam kebenaran dan diprotek dari kesalahan dan dosa “Ihdinas Shirothol Mustaqim”.
Dengan demikian maka kita bisa melihat dengan jelas perbedaan karakter, sikap, watak dan prilaku serta tutur kata seseorang yang mudawamah (konsisten) melaksanakan tahajud malam dibandingkan dengan orang yang shubuhnya kesiangan, dan akan lebih kontras lagi perbedaannya dengan orang yang banyak bolong-bolong dengan sholatnya.
“Dan pada sebagian malam, lakukanlah sholat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji”. (Al-Isra’ – 79)
“Dan katakanlah (Muhammad), ya Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong (ku)”. (Al-Isra’ – 80)
“Dan katakanlah, kebenaran telah datang dan yang bathil telah lenyap,. Sungguh yang bathil itu pasti lenyap”. (Al-Isra’ – 81)