Menahan Diri dari Menyakiti Sesama oleh H. Amin Iskandar, Lc., M.Ag (Pengurus At-Taqwa Centre / Kepala Rumah Tahfizh At-Taqwa)

Mei 1, 2025 | Artikel Islam

MENAHAN DIRI DARI MENYAKITI SESAMA

Oleh, Amin Iskandar, Lc, M.Ag

(Ketua Rumah Tahfidz  Quran  At-Taqwa Kota Cirebon)

 

اَلْحَمْدُ لِلهِ رب العالمين. وَهُوَ الأَوَّلُ الَّذِي لَيْسَ قَبْلَهُ شَيْئ, وَهُوَ الآخِرُ الَّذِي لَيْسَ بَعْدَهُ شَيْئ, وَهُوَ الظَّاهِرُ الَّذِي لَيْسَ فَوْقَهُ شَيْئ, وَهُوَ البَاطِنُ الَّذِي لَيْسَ دُوْنَهُ شَيْئ. سبحانه 2x

أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله, وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله, اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ, البَرْزَخْ بَيْنَ الاَحَدِيَّةِ وَالْوَاحِدِيَّةِ, وَبَيْنَ البُطُونِ وَالظُّهُوْرِ, سِرُّ التَّجَلِّى الاَعْظَمِ, اَحْمَدُ البِدَايَةِ وَالبِشَارَةِ, مُحَمَّدٌ النِّهَايَةِ وَالْهِدَايَةِ, مَحْمُوْدُ السِّيْرَةِ وَالسَّرِيْرَةِ, مُصْطَفَى العِنَايَةِ واَلرِّعَايَةِ, وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ, عَدَدَ كَمَالِكَ وَكَمَا يَلِيْقُ بِكَمَالِهِ.

أَمَّا بَعْدُ:

فَيَا عِبَادَ اللهِ اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إلَّا وَأَنْتُمْ مسلمون

Hadirin sidang jum’at rahimakumullah

Segala puji bagi Allah, yang telah memberikan kepada kita segala hal, sehingga pada hari ini kita berkumpul di Rumah Allah Swt yang mulia guna melaksanakan satu di antara kewajiban kita yaitu shalat Jum’at berjama’ah. Semoga duduknya kita di tempat ini sebagai bentuk rasa syukur dan taat kita kepada Allah SWT yang telah melimpahkan begitu banyak nikmat dan karunianya yang tidak akan pernah sanggup kita menghitungnya. Dan nikmat terbesar yang harus senantiasa kita syukuri adalah nikmat Iman dan Islam. Sehat wal’afiyah.

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi besar Muhammad saw, kepada keluarganya,  para sahabatnya dan para penerus risalahnya yang terus berjuang untuk tegaknya nilai-nilai Islam di muka bumi ini hingga hari kiamat nanti.

Pada kesempatan yang mulia ini marilah bersama-sama kita meningkatkan taqwa kepada Allah swt dengan sepenuh hati. Taqwa dalam arti yang sebenar-benarnya yaitu menjalankan segala perintah Allah Swt dan menjauhi segala larangan-Nya.

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

  1. Menyakiti Sesama: Dosa yang Sering Tak Disadari

 

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Ahzab ayat 58:

وَالَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوْا فَقَدِ احْتَمَلُوْا بُهْتَانًا وَّاِثْمًا مُّبِيْنًا ࣖ

Artinya: Orang-orang yang menyakiti mukminin dan mukminat, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, sungguh, mereka telah menanggung kebohongan dan dosa yang nyata.

Ayat ini memberikan pengingat yang sangat dalam. Terkadang dalam hidup kita, baik sadar atau tidak, kita pernah menyakiti saudara kita—melalui ucapan, tindakan, atau bahkan melalui komentar yang kita tuliskan di medsos. Namun Allah mengingatkan, jika itu dilakukan tanpa alasan yang sah, maka itu bukan perkara ringan di sisi-Nya.

Islam memang memberikan ruang bagi penegakan keadilan, seperti adanya hukuman terhadap pelanggaran. Tapi bahkan itu pun harus melalui mekanisme hukum, bukan atas dasar kemarahan pribadi. Kita diajarkan untuk tetap adil, bahkan terhadap orang yang mungkin berbeda pandangan atau pernah menyakiti kita.

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

  1. Realita Kehidupan Digital: Jari Lebih Tajam dari Pedang

Di era saat ini, kita berada dalam arus informasi yang sangat deras. Komunikasi begitu cepat. Dalam satu klik, satu ketikan jari, kita bisa menyampaikan pesan kepada ratusan orang, bahkan ribuan. Dan di sinilah kita perlu berhati-hati.

Terkadang, tanpa niat buruk, kita meneruskan pesan, menyampaikan kabar, atau menuliskan komentar—yang ternyata menyakitkan, bahkan merusak hubungan. Ujaran yang mungkin dianggap biasa oleh kita, bisa terasa tajam bagi yang membaca atau menerimanya.

Allah memperingatkan dalam QS An-Nur ayat 15:

اِذْ تَلَقَّوْنَهٗ بِاَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُوْلُوْنَ بِاَفْوَاهِكُمْ مَّا لَيْسَ لَكُمْ بِهٖ عِلْمٌ وَّتَحْسَبُوْنَهٗ هَيِّنًاۙ وَّهُوَ عِنْدَ اللّٰهِ عَظِيْمٌ ۚ

Artinya: (Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut; kamu mengatakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun; dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu masalah besar.

Kadang kita tergoda untuk menyebarkan berita yang kita sendiri belum tahu kebenarannya. Kita ingin cepat membagikannya di grup keluarga, group kantor, di media sosial, atau kepada teman-teman, padahal belum tentu informasi itu valid.

Mari kita renungkan, jangan sampai niat baik kita menjadi jalan bagi tersebarnya fitnah atau kesalahpahaman. Karena sekali berita itu tersebar, kadang tidak mudah dikembalikan. Dan dampaknya bisa melukai hati orang lain, bahkan memecah belah persaudaraan.

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

  1. Teladan Nabi Sulaiman: Hati-Hati dalam Menerima Informasi

Kita bisa belajar dari Nabi Sulaiman عليه السلام. Suatu ketika, burung hud-hud datang membawa informasi penting tentang sebuah negeri yang tidak menyembah Allah. Tapi Nabi Sulaiman tidak langsung percaya. Beliau berkata, sebagaimana diceritakan dalam al Qur’an:

“Akan Kami lihat, apakah engkau benar, atau termasuk yang berdusta.”

Ini pelajaran indah: bahkan Nabi Sulaiman masih memverifikasi, padahal informasi itu datang dari burung hud-hud yang jujur. Maka sudah sepatutnya kita juga berhati-hati ketika menerima informasi dari orang lain—terutama di era digital di mana siapa pun bisa menulis apa saja tanpa pertanggungjawaban.

Allah juga berfirman dalam QS Al-Hujurat ayat 6:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.

Mengapa persoalan informasi ini perlu kita perhatikan dengan sungguh-sungguh? Karena sering kali, kesalahpahaman antar sesama justru bermula dari informasi yang diterima begitu saja, tanpa disaring atau dipastikan kebenarannya terlebih dahulu. Dari sana, benih prasangka tumbuh, lalu berlanjut pada sikap yang bisa melukai hati saudara kita—baik secara ucapan, tindakan, atau bahkan hanya dalam ekspresi dan tulisan.

Maka, setelah kita belajar untuk berhati-hati dalam menerima informasi, langkah selanjutnya yang tak kalah penting adalah menjaga sikap dan emosi kita agar tidak terburu-buru dalam merespons, apalagi sampai menyakiti sesama. Terutama kepada saudara-saudara kita seiman, mari kita jaga hubungan dengan kasih sayang dan adab, sebagaimana diajarkan oleh Nabi kita tercinta  ﷺ dalam sabdanya:

المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِه

“Seorang Muslim sejati adalah yang kaum Muslimin lainnya merasa aman dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mari kita bertanya dalam hati, apakah saudara kita merasa aman saat berinteraksi dengan kita? Apakah mereka merasa tenang saat membaca komentar kita, mendengar ucapan kita, atau melihat tulisan kita?

Muslim sejati bukan hanya terlihat dari ibadahnya, tapi juga dari kelembutan lisannya, dari sikapnya yang menenangkan, bukan yang menimbulkan keresahan.

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

  1. Ilmu Harus Membentuk Akhlak

Ilmu adalah anugerah yang mulia. Tapi ilmu, jika tidak diiringi akhlak, bisa menjadi sebab seseorang merasa tinggi dan merendahkan yang lain. ilmu bukan sekadar soal luasnya pengetahuan atau dalamnya  pemahaman keagamaan, melainkan soal bagaimana ilmu itu membentuk adab dan rasa takut kepada Allah. Karena ilmu sejati adalah yang memperhalus hati dan menjadikan kita lebih bijaksana.

Bisyr bin Harits pernah berkata:

مَنِ ازْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ وَرَعًا؛ لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلَّا بُعْدًا

“Barangsiapa yang bertambah ilmunya namun tidak bertambah kehati-hatiannya, maka dia akan semakin jauh dari Allah.”

  1. Hasyim Asy’ari dalam Adabul ‘Alim wal Muta‘allim menulis:

إنَّ الْمَقْصُودَ الْأَصْلِيَّ مِنْ طَلَبِ الْعِلْمِ هُوَ التَّقَرُّبُ إِلَى اللهِ وَإِصْلَاحُ النَّفْسِ، لَا التَّفَاخُرُ وَالتَّبَاهِي وَالْمِرَاءُ وَالْجِدَالُ.

“Tujuan utama dari menuntut ilmu adalah memperbaiki hati dan mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk kebanggaan atau perdebatan.”

Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menyampaikan bahwa ilmu yang tidak menjauhkan seseorang dari maksiat, sejatinya bukan ilmu yang bermanfaat. Bahkan beliau menekankan bahwa ilmu bisa menjadi beban yang memberatkan jika tidak diamalkan dengan akhlak yang benar.

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

Mari kita rawat hati kita agar tetap lembut, lisan kita agar tetap santun, dan jari-jari kita agar tetap digunakan untuk menyebarkan kebaikan. Mari kita isi media sosial, grup keluarga, dan ruang-ruang komunikasi kita dengan nasihat, kedamaian, dan kasih sayang.

Semoga Allah menjadikan kita hamba yang mampu menjaga diri dari menyakiti orang lain, baik secara sadar maupun tanpa sengaja. Dan menjadi pribadi-pribadi yang menebar kedamaian, bukan perpecahan.

Amin ya Rabbal ‘alamin.

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَجَعَلَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاِت وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ البَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ

وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرّاحِمِيْنَ

 

Khutbah kedua:

الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}. اللهُمَّ صَلِّ  وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِه وأصحابه والتابعين.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.

اَللَّهُمَّ اَعِزَّاْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. وَانْصُرْعِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنِ وَاَهْلِكِ اْلكَفَرَةَ وَالظَّالِمِيْنَ. وَاَعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

اَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالرِّبَا وَالزِّنَا وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ. وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَابَطَنَ . عَنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَارَبَّ اْلعَالَمِ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَاللهِ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ، وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.

 

 

Follow Sosial Media At Taqwa :

Berita Terkait

Bacaan Doa Sholat Tahajud Lengkap dengan Terjemahannya

Bacaan Doa Sholat Tahajud Lengkap dengan Terjemahannya

Bacaan doa sholat tahajud sering jadi pelengkap di tengah malam yang sepi, saat hati butuh tenang dan jiwa ingin lebih dekat ka Gusti Allah. Tahajud itu ibadah sunah yang luar biasa, bisa jadi waktu paling istimewa buat curhat sama Allah tanpa gangguan. Ari urang...

Pin It on Pinterest

Share This