Oleh: Pradi Khusufi Syamsu, MA
(Mahasiswa S3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah azza wajalla dengan senantiasa menjauhi segala larangan-Nya dan menunaikan semua perintahnya baik dalam keadaan ramai maupun dalam keadaan sepi. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada, dan hendaknya setelah melakukan kejelekan engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik. (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Sepanjang tahun ini masyarakat Indonesia maupun dunia masih dilanda wabah yang hingga saat ini belum dapat terjawab atau tertangani dengan komprehensif dan optimal. Belum selesai penanganan pengidap Human Immunodeficiency Virus atau HIV dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yang terus bertambah dan bertambah, kini kita dihadapkan dengan Corona Virus Diseases 2019 (Covid-19) yang penularannya tidak kasat mata dan jumlahnya pun masih mengalami peningkatan di berbagai wilayah di belahan dunia.
Menghadapi dua penyakit yang membandel ini, maka salah satu cara yang terbaik untuk dilakukan adalah dengan melakukan pencegahan. Pepatah Arab mengatakan, al-wiqoyatu khairun minal ‘ilaj, yakni mencegah lebih baik daripada mengobati. Ternyata pepatah tersebut menemukan pijakannya dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Ibnu Abbas:
Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang laki-laki dalam rangka menasihatinya: Manfaatkanlah lima (keadaan) sebelum (datangnya) lima (keadaan yang lain), masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum waktu sempitmu, dan hidupmu sebelum matimu.
Sudah menjadi pengetahuan bersama bahwa kesehatan adalah hak dasar bagi seluruh warga negara. Bahkan Islam telah menetapkannya empat belas abad yang lalu dan itu tidak hanya kesehatan saja, namun juga keamanan dan pendidikan. Rasulullah SAW mengibaratkan terpenuhinya semua itu seperti memperoleh dunia secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa, betapa pentingnya kebutuhan-kebutuhan tersebut bagi setiap individu. Rasulullah SAW bersabda, Siapa saja di antara kalian yang bangun pagi dalam keadaan diri dan keluarganya aman, fisiknya sehat dan mempunyai makanan untuk hari itu, maka seolah-olah ia mendapatkan dunia.” (HR. At-Thirmidzi)
Sehingga dalam ajaran Islam, negara wajib menyediakan layanan kesehatan, keamanan, dan pendidikan untuk seluruh rakyat. Ketiga hal tersebut merupakan hal pokok yang harus ditunaikan negara terhadap rakyatnya. Sebab mereka kelak akan dimintai pertanggungjawabannya atas kewajiban ini di akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang orang yang dipimpinnya. Renguasa adalah pemimpin bagi manusia, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin terhadap harta tuannya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang harta yang diurusnya. Ingatlah, masing-masing kalian adalah pemimpin dan masing-masing kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar)
Hadits di atas, jika dipahami secara komprehensif, tidak hanya ditujukan kepada penguasa namun juga kepada kepala keluarga dan individu. Maka menjaga kesehatan masyarakat tidak hanya menjadi tanggung jawab negara belaka, namun juga menjadi tanggung jawab keluarga dan individu. Sebab keluarga pun memiliki peran dalam menjamin kesehatan setiap anggota keluarga dan masyarakat. Individu dan keluarga yang sehat akan menciptakan masyarakat yang sehat. Sebaliknya, individu dan keluarga yang sakit akan menjadikan masyarakat yang sakit pula.
Oleh karenanya, marilah kita bangun ketahanan kesehatan dengan memulai dari diri sendiri dan level keluarga. Hal ini sangat logis dan masuk akal sebagaimana Allah azza wajalla memerintahkan individu-individu dan keluarga untuk menjaga diri api neraka dalam QS. At-Tahrim: 6. Sebab, jika diri pribadi ini dan anggota keluarga telah menjada dirinya dari api neraka maka masyarakat luas akan terhidar dari api neraka.
Wahai orang-orang beriman, lindungilah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. At-Tahrim: 6).
Bagaimana keluarga membangun ketahanan atau menjaga kesehatan para anggotanya? Sedikitnya ada tiga cara yang diisyaratkan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya. Pertama, hendaknya setiap individu dan keluarga mengonsumsi makanan dan minuman yang halal lagi baik. Halal secara zat dan halal secara perolehannya.
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu. (Al-Maidah: 88)
Makanan yang halal lagi baik, akan meningkatkan daya tahan tubuh dan melindungi dari berbagai macam penyakit. Sebaliknya, makanan dan minuman yang haram dan buruk akan membutakan hati manusia sehingga ia cenderung berbuat maksiat dan susah menerima ilmu yang bermanfaat dan doanya tidak dikabulkan oleh Allah SWT. Walhal, keluarga yang senantiasa menkonsumsi makanan yang halal lagi baik akan melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas baik jiwanya maupun raganya.
Kedua, menjaga kelestarian lingkungan. Menjaga kelestarian lingkungan atau mengelola lingkungan secara benar dan tepat akan menciptakan lingkungan yang sehat. Sejatinya Allah ta’ala telah menciptakan dunia ini dengan segala isinya sudah baik dan seimbang, namun seringkali kerusakan lingkugan itu terjadi karena ulang tangan jail manusia sendiri yang akibatnya menyengsarakan dirinya maupun masyarakat yang ada di lingkugan tersebut. Lingkungan yang bersih dan sehat akan membawa kebaikkan bagi kesehatan masyarakat.
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya. (Al-A’raf: 56)
Ketiga, biasakan setiap individu dan keluarga untuk ber-amar ma’ruf nahi mungkar, yakni mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran. Tidak terkecuali dalam perkara kesehatan, mulai dari hal-hal yang dianggap sepele, seperti membuang sampah pada tempatnya, menutup mulut saat bersin, menjaga kebersihan mulut dan badan, mencuci tangan, dan menggunakan masker. Hal-hal ini mungkin terbilang sepele, namun jika keluarga meremehkan hal-hal itu tidak mustahil beragam penyakit akan menggerogoti kesehatan sehingga akan muncul berbagai macam penyakit di masyarakat. Begitulah, betapa pentingnya peran individu dan keluarga dalam hal kesehatan.
Tiga hal di atas tentu tidak cukup, tidak afdhal, bahkan tidak mustahil akan menjadi sia-sia jika tanpa dibarengi dengan tiga hal lain lagi . Apakah tiga hal lain itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah istighfar, dzikir, dan doa. Sudah seharusnya individu dalam keluarga membiasakan istighfar, dzikir, dan doa.
Musibah demi musibah seperti wabah Covid-19 yang liar dan penderita HIV-AIDS di Kota Cirebon makin meningkat hingga mencapai 1582 orang tidak lain karena dosa-dosa setiap individu dari kita yang terus tertumpuk karena lalai akan istighfar atau memohon ampunan kepada Allah azza wajalla. Maka membiasakan istighfar dengan sekurang-kurangnya mengucapkan astaghfirullahal ‘azhim alladzi la ilaha illa huwal hayyul qayyum wa atubu ilaih menjadi keharusan dalam menghadapi wabah penyakit yang menimbulkan fitnah di tengah-tengah masyarakat ini.
Sebuah keniscayaan Allah ta’ala akan mengangkat wabah yang menimpa umat ini sebagai bentuk hukuman dari-Nya dengan banyak beristighfar kepada-Nya.
Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun. (Al-Anfal: 33).
Kemudian, ajaklah setiap individu dalam keluarga untuk tingkatkan dzikir kepada Allah azza wajalla. Sebab, tidak dapat dipungkiri bagi kebanyakan masyarakat wabah ini telah menjadikan penghidupan mereka terasa sempit, sulit, dan susah. Ini tidak lain karena minusnya dzikir dalam keluarga yang berdampak pada minusnya dzikrullah dalam masyarakat kita.
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. (Thaha: 124)
Terakhir adalah doa. Doa sangat amat penting dalam kehidupan kita. Ibarat dalam peperangan, doa bagi orang-orang yang beriman adalah senjata ampuh yang dapat menerjang musuh dan melumpuhkannya. Hidup tanpa doa tak ubahnya perang tanpa senjata, hanya menyerahkan nyawa dan mati sia-sia.
Teruslah berdoa dan semangati keluarga untuk selalu berdoa serta tidak putus asa dengan berdoa. Sebab, doa adalah senjata seorang Mukmin dan tiang (pilar) agama serta cahaya langit dan bumi (HR Abu Ya’la); doa itu adalah otaknya ibadah (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi); dan tidak ada yang lebih utama (mulia) di sisi Allah daripada doa (HR Ahmad).
Janganlah mengikuti sebagian orang yang meremehkan doa, yang menganggap segala masalah bisa diselesaikan dengan usaha sendiri, tidak perlu doa, doa dianggap sebagai sesuatu yang sia-sia dan tidak ada gunanya, sekadar ilusi, berharap pada sesuatu yang tidak ada wujudnya. Sungguh, meremehkan apalagi mengabaikan doa, bukanlah sikap seorang Mukmin sejati yang meyakini adanya Allah yang mengatur segala sisi kehidupan manusia dan alam semesta. Seorang Mukmin akan selalu menyertakan Allah ta’ala dalam setiap usaha dan upaya yang dilakukannya.