Era Tinta Emas atau yang lebih dikenal dengan The Golden Age of Islam merupakan masa kejayaan Islam yang ditandai dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya. Masa saat Dinasti Abbasiyah (750–1517 M) berkuasa ini juga ditandai dengan melejitnya perkembangan lembaga-lembaga Pendidikan Islam dan Madrasah, penerjemahan kitab-kitab, penerbitan buku, dan karya sastra serta arsitektur yang ditata dengan sistem yang baik, sehingga menghasilkan kesejahteraan umat.
Pertanyaannya, mungkinkah kejayaan Islam seperti era Tinta Emas akan kembali?!
Pilar berkembangnya agama Islam adalah sejak Muhammad bin Abdullah diangkat menjadi Nabi dan Rasulullah. Bukan hal mudah untuk dilalui, perjuangan berat dihadapi oleh Rasulullah (S.A.W) di dalam menyebarkan agama Islam. Setiap langkah beliau menjadi pelajaran penting bagi umat Islam dan bahkan bagi Non-Muslim.
Upaya yang dilakukan oleh Rasulullah (S.A.W) dilanjutkan dan melalui perjalanan panjang. Baru ketika era Khalifah kelima, Harun Al-Rasyid memimpin Daulah Abbasiyah (786–809 M), Islam mencapai puncak kejayaan dan menjadikan Baghdad di Iran sebagai pusat peradaban dunia. Banyak negara dikuasai dari Timur Tengah hingga India, para ilmuwan ditunjang dan ilmu pengetahuan serta seni berkembang, rakyat pun makmur sejahtera. Era inilah yang disebut dengan Era Tinta Emas atau The Golden Age of Islam.
Era Kejayaan Islam
Pada masa itu, Baghdad menjadi pusat belajar, perdagangan, dan budaya, yang menarik para ilmuwan dan seniman dari berbagai belahan dunia datang untuk belajar dan berkumpul. Tidak heran bila Khalifah Harun al-Rasyid juga dikenal sebagai pelindung ilmu pengetahuan dan seni, yang juga mendirikan Darul Hikmah (Rumah Kebijaksanaan).
Muhammad bin Musa al-Khawarizmi yang lebih dikenal dengan panggilan al-Khawarizmi adalah salah satu ilmuwan Islam terkenal yang hidup pada masa itu. Beliau belajar ilmu alam, matematika, terjemahan naskah Sansekerta dan Yunani di Sekolah Kehormatan di Baghdad yang didirikan oleh Khalifah Bani Ma’mun ar-Rasyid, dan lalu mengabdikan diri sebagai guru di sekolah tersebut di hampir sepanjang hidupnya. Beliau menulis dan menerbitkan banyak buku. Buku pertamanya berjudul Al-Kitaab al-Muhtasar fii Hisaab al-Jabr wa’l Muqabaala, adalah buku pertama yang membahas solusi sistematik persamaan linier dan kuadrat, hingga beliau juga disebut sebagai Bapak Aljabar dunia.
Tidak hanya dalam bidang matematika, al-Khawarizmi juga ahli dalam bahasa. Beliau menerbitkan buku berjudul Kitāb al-Jam’a wa-l-tafrīq bi-ḥisāb al-Hind untuk memperkenalkan angka Arab, yang kemudian diadopsi sebagai angka standar dan dipakai di berbagai bahasa. Kata “Aljabar” yang kita kenal saat ini pun merupakan hasil dari satu dari dua operasi dalam matematika untuk menyelesaikan notasi kuadrat, yang tercantum dalam bukunya. Sedangkan kata “algoritma” sendiri adalah latinisasi dari nama beliau sendiri, yaitu algorismi.
Universitas Pertama di Dunia di Era Tinta Emas
Universitas pertama di dunia juga didirikan di era Tinta Emas oleh seorang Muslimah dari keluarga saudagar kaya raya bernama Fatimah al-Fihri. Sebelumnya, beliau mendirikan Masjid dan Madrasah Al-Qarawiyyin pada tahun 859 M, yang kemudian berkembang menjadi Universitas Al-Qarawiyyin di Fez, Maroko.
Masih banyak lagi bukti kejayaan Islam di era Tinta Emas yang mempengaruhi berkembangnya ilmu pengetahuan hingga saat ini. Seperti Ilmu Filsafat yang dikembangkan oleh Filsuf Islam, Al-Farabi, lewat berbagai konsep filsafat dan menerjemahkan karya-karya filsuf Yunani. Ilmu kimia, kedokteran, astronomi, seni termasuk arsitektur, kaligrafi, dan keramik mencapai puncak kejayaannya di era tersebut.
Saatnya Umat Muslim Merenungi Kembali Makna “Iqra”
Bila dipikirkan bukti-bukti sejarah ini, semestinya sebagai umat Islam saat ini dapat belajar banyak untuk mengembalikan kembali kejayaan Islam seperti di Era Tinta Emas. Kata “Iqra'” yang merupakan kata pertama yang diungkapkan oleh Malaikat Jibril kepada Rasulullah (S.A.W) saat turun wahyu pertama, meski berarti “bacalah” atau “membaca” tetapi juga merujuk pada perintah untuk membaca, belajar, dan menyebarkan ilmu, yang mengandung makna luas bahwa manusia harus senantiasa mencari pengetahuan, belajar dari pengalaman, dan terus mengembangkan diri. Terbukti bahwa pendidikan, pengetahuan, dan literasi dalam ajaran Islam, mampu membawa Islam kepada kejayaan.
Pertanyaannya, apakah sekarang kita mampu untuk membawa kembali Islam kepada Era Tinta Emas dan berjaya? Sebagai umat Islam, tentunya ada keinginan untuk bisa mencapainya kembali, namun apakah mau bersama-sama mencapainya lewat “Iqra”, yang bukan hanya berarti membaca?
Ada banyak ilmu pengetahuan yang masih harus digali dari dalam Al-Qur’an, segala keterbatasan dan kemampuan manusia, semestinya menjadi pemicu untuk terus belajar dan memperdalam, menggali dan mencari tahu. Begitu juga ada banyak pengalaman yang bisa dipelajari, tidak hanya dari ilmu pengetahuan Islam, dari siapapun dan manapun bisa. Butuh literasi yang kuat baik dalam bentuk angka maupun bahasa untuk kemudian mampu menuliskan hasil pemikiran dan penemuan, menyebarkannya, dan mengembangkannya.
Jadi jawaban untuk pertanyaan “Era Tinta Emas Kejayaan Islam Akankah Kembali?”, adalah berpulang kepada semua umat Islam sendiri. Bila sekarang untuk membaca saja malas, menulis tidak mau, belajar banyak alasan, bagaimana mampu meraihnya kembali?
Oleh Mariska Lubis, S.E, MIntSt









