Khutbah Jum’at: KORELASI TAQWA TERHADAP KEPRIBADIAN Oleh : KH. Ahmad Aidin Tamim, MA (Pengasuh Pondok Pesantren Modern Al-Muqoddas Cirebon)

Jan 6, 2022 | Artikel Islam, Berita Seputar Masjid, Kegiatan Attaqwa Cirebon



KORELASI TAQWA TERHADAP KEPRIBADIAN

Oleh : KH. Ahmad Aidin Tamim, MA

(Pengasuh Pondok Pesantren Modern Al-Muqoddas Cirebon)

Khutbah Jumat Masjid Raya Attaqwa Cirebon

Jum’at kita kali ini adalah jum’at pertama di tahun 2022. Namun kita tidak tertarik untuk membahas tentang ucapan selamat tahun baru ataupun selamat natal dan sejenisnya. Lagi pula tema ini sama sekali tidak penting dijadikan bahan diskusi kita di berbagai kesempatan apapun karena mereka kaum Nasrani sendiri tidak mengharapkan ucapan-ucapan seperti itu dari kita kaum muslimin. Hal demikian sesungguhnya sama dengan kita yang sama sekali tidak berharap ucapan selamat ‘Iedul Fitri atau apapun dari mereka kaum Nasrani atau Non muslim.

    Pada kesempatan ini saya akan membahas tentang korelasi taqwa terhadap kepribadian seorang muslim. Saya akan memulai dengan sebuah cerita tentang seorang sahabat yang bernama Bilal bin Rabah. Sebagaimana kita tahu bahwa Bilal adalah seorang budak dari bangsa kulit hitam yang dipandang dari berbagai sudut menempati kasta yang paling bawah. Tatkala kota Makkah bisa direbut kembali dalam Fathu Makkah dan berhala-berhala di sekitar Ka’bah dihancurkan dan kemudian Rosulullah perintahkan Bilal untuk kumandangkan adzan di atas Ka’bah. Kita mafhum bersama bahwa bangunan Ka’bah cukup tinggi dan tidak memungkinkan bagi Bilal untuk naik begitu saja, maka layaknya masyarakat kita mengikuti lomba panjat pinang, Abu Bakar As-Shiddiq adalah orang pertama yang jongkok untuk mempersilahkan Umar bin Khottob naik di atas bahunya yang kemudian diikuti oleh sahabat-sahabat lainnya saling bertumpukan dan Bilal bin Rabah adalah orang yang paling di atas dan berhasil naik di atas Ka’bah untuk kumandangkan adzan.

    Cerita ini dapat ditarik pelajaran bahwa Islam tidaklah hadir pada seseorang kecuali membuat seseorang itu terangkat derajatnya dan semakin mulia. Semakin kuat komitmen sesorang terhadap Islam semakin tinggi derajat sesorang itu dan semakin mulia. Semakin lemah komitmen seseorang terhadap Islam maka semakin rendah derajat orang tersebut dan semakin terhina. Bilal bin Rabah seorang budak berkulit hitam terangkat derajatnya dan berada di ketinggian di atas ka’bah mengumandangkan adzan. Kekayaan paling berharga pada diri seseorang adalah Harga Diri/Wibawa/’Izzah yang itu hanya diperoleh melalui komitmen terhadap Islam. Komitmen terhadap Islam itulah yang disebut dengan Taqwa dan yang demikian ini tercermin pada pribadi seorang sahabat bernama Bilal bin Rabah. Allah. Swt berfirman dalam Al-Qur’an : 

 “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.  Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.  Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13).                                

Taqwa dalam terminologi bahasa arab diambil dari asal kata Qowiya – Yaqwa yang berakar kata (mashdar) dari Quwwah yang dalam bahasa Indonesia berarti Kuat. Kata tersebut apabila dibuat mabni maf’ul (dalam kalimat aktif) maka akan menjadi Qowwa – Yuqowwi – Taqwiyah (Taqwa) yang berarti menguatkan. Oleh karena itu maka sesungguhnya komitmen seseorang terhadap Islam (Taqwa) dapat menguatkan jiwa dan kepribadiannya dan membulatkan tekadnya dalam melangkah karena dia yakin apa yang dia lakukan sesuai dengan Islam dan menggapai keridhoan Allah. Swt. 

Ada lima Nabi/Rosul dari dua puluh empat ribu Nabi/Rosul yang teristimewa yang mendapat julukan Ulul ‘Azmi. Lima orang Nabi/Rosul itu adalah: Nuh, Ibrohim, Musa, Isa dan Muhammad. Saw. Kata Al-‘Azmu persamaan kata dengan ‘Azimah yang berarti kebulatan tekad. 

Masih ada korelasinya dengan Taqwiyah, memang lima orang Rosul ini yang paling dahsyat menghadapi tantangan dan mereka kuat menghadapinya karena ada kekuatan komitmen dengan Allah yang luar biasa. Kita bisa lihat Nuh dengan sejarah perahunya, Ibrahim dengan gunung api yang membakarnya, Musa dengan peristiwa tenggelamnya Fir’aun, Isa yang kemudian sampai diangkat ke langit, dan segudang cerita tentang tantangan yang dihadapi Nabi kita Muhammad. Saw. Mereka hadapi segala bentuk tantangan itu dengan rileks, tenang dan santai karena mereka tidak pernah merasa sendirian. Jiwa mereka kuat, tekad mereka bulat, semangat mereka tak pernah mengendur karena mereka merasa memiliki sandaran yang maha kokoh dan itulah hakekat Taqwa sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron ayat 159 sebagai berikut : 

“Ketika engkau telah membulatkan tekad, maka bertawaallah kepada Allah.  Sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal.” (QS. Ali ‘Imron 159 )

    Maka sesungguhnya Taqwa itu membuat jiwa seseorang menjadi kuat, kepribadiannya menjadi kokoh, langkahnya kian mantap, maju terus pantang mundur karena yakin berada pada jalur hak bersama Allah. Swt. Begitulah lima orang Rosul tersebut di atas yang oleh karenanya kelimanya mendapatkan gelar sebagai Ulul ‘Azmi. 

    Satu hari di saat mental Rasulullah. Saw dalam kondisi kurang stabil karena terguncang oleh berbagai tekanan dan intimidasi serta maraknya ancaman dari kafir quraisy terhadap para pengikut beliau, lalu turunlah ayat berikut:

 “Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta agar adzab disegerakan untuk mereka. Pada hari mereka melihat adzab yang dijanjikan, mereka merasa seolah-olahmereka tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya menyampaikan.maka tidak ada yang dibinasakan kecuali kaum yang fasik (tidak ta’at kepada Allah).” (QS. Al-Ahqof 35)

    Kalimat sabar pada ayat ini bukan berarti nrimo terhadap keadaan sebagimana umumnya masyarakat kita memahami istilah sabar. Pemahaman istilah sabar yang demikian adalah pemahaman yang keliru karena pemahaman demikian bukanlah istilah sabar namanya, akan tetapi sebuah kondisi ketidak berdayaan dan itu tidak mungkin terjadi pada diri utusan Allah apalagi utusan-utusan yang menyandang gelar Ulul ‘Azmi. Sabar yang dimaksudkan dalam ayat tersebut di atas adalah sebuah sikap enjoy, tenang yang pada gilirannya mampu menikmati tantangan dengan segala romantikanya karena ada keyakinan bahwa dia tidak sendirian, bersama dia ada Allah. Swt sebagai tempat sandaran. Hal ini hanya bisa terjadi terhadap orang yang memiliki komitmen terhadap Islam. Inilah yang saya maksud dengan Taqwa yang bisa memberikan energi kekuatan dan membentuk kepribadian yang kokoh.  Wallahu A’lam Bis-Showab

Berita Terkait

Konsep Wisata Halal di Cirebon Harus Cakup Seluruh Aspek

Konsep Wisata Halal di Cirebon Harus Cakup Seluruh Aspek

Cirebon, kota yang kaya akan budaya dan tradisi, terletak di pesisir utara Jawa Barat, telah lama menjadi tujuan favorit para pelancong. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, wisata halal di Cirebon mulai mendapatkan perhatian yang lebih serius. Seluruh elemen yang...

Apa Itu Wakaf Produktif dan Seperti Apa Saja Contohnya?

Apa Itu Wakaf Produktif dan Seperti Apa Saja Contohnya?

Wakaf merupakan instrumen yang ditawarkan agama Islam yang mewujudkan aspek moral yang menekankan pada nilai keadilan sosial dan ekonomi. Wakaf mempunyai potensi yang besar untuk membawa angin segar bagi perkembangan perekonomian Indonesia dengan didukung oleh para...

Pin It on Pinterest

Share This